Aston Bintaro Hotel – Politik pendidikan di Indonesia kembali menjadi perhatian, khususnya menyangkut posisi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang dinilai belum mendapat tempat ideal. Hal ini mengemuka dalam Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum se-Indonesia yang diselenggarakan di Aston Bintaro Hotel, Kamis (18/9). Forum tersebut menghadirkan Staf Khusus Kemenristekdikti Dr. Ismail Hasani, S.H., M.H., bersama para dekan dan pakar hukum dari berbagai UIN, termasuk Dekan Fakultas Syariah IAIN Manado.

Dalam paparannya, Dr. Ismail menilai bahwa UIN kerap dijadikan instrumen bargaining dalam politik pendidikan nasional, khususnya terkait kebijakan pembukaan program studi (prodi) umum yang hingga kini masih dikenai moratorium. Menurutnya, UIN harus memiliki daya saing dengan ciri khas tersendiri, misalnya melalui pengembangan gagasan Madzhab Hukum Ciputat sebagai identitas akademik yang membedakan.
Isu lain yang mencuat dalam forum ini adalah kendala pendirian prodi baru, aturan pembatasan prodi umum maksimal 60 persen, serta fleksibilitas kurikulum. Kemdikbudristek baru-baru ini merilis 242 regulasi tentang penjaminan mutu, termasuk kebijakan penyederhanaan program S2 menjadi 36 SKS. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong inovasi dan diversifikasi di lingkungan kampus.



Diskusi juga menyinggung kesetaraan antara Fakultas Syariah dan Fakultas Hukum di PTKIN. Dr. Firdaus dari UIN Pontianak menegaskan bahwa ilmu hukum di perguruan tinggi keagamaan mampu setara dengan ilmu hukum umum, bahkan dengan keunggulan berbasis spiritualitas. Hubungan Kemenag dan Kemdikbudristek turut menjadi perhatian, mengingat kerap dipersepsikan sebagai pesaing dalam urusan pembukaan prodi hukum maupun pengajuan guru besar.
Meski dihadapkan pada tantangan, forum menegaskan bahwa PTKIN memiliki keunggulan unik berupa perpaduan ilmu pengetahuan dan spiritualitas. Hal ini menjadikan UIN dan IAIN semakin dipercaya masyarakat, khususnya kalangan Muslim perkotaan. Para dekan, termasuk Dekan Fakultas Syariah IAIN Manado, menegaskan pentingnya PTKIN berani keluar dari pragmatisme, memperjuangkan kesetaraan, dan meneguhkan distingsi agar kontribusi nyata bagi bangsa semakin terasa.